“Jadi, informasi soal apa?”
Syanin membuang nafas malas, seakan dia sangat malas untuk menjelaskan semua ini. Padahal, dia yang meminta Oase agar mendengar informasi darinya saat ini. Tapi ekspresinya yang seperti itu membuat Oase merasa kalau penjelasan ini akan panjang.
“Pertama, agar pembicaraan ini mudah untuk dimengerti. Aku akan memastikan satu hal dulu. Oase, kau punya mesin game VR MMO Dreamer, benar?” tanya Syanin sambil menyilang kaki dan melipat tangannya di dada.
“Benar.” Oase menjawabnya singkat dan Syanin nampak kesal. “Setelah mendengar pertanyaan ku yang panjang dan kau hanya menjawabnya dengan satu kata?” kata Syanin ketus tanpa melihat Oase sedikit pun.
“Kau mau aku menjawab apa?” Oase juga kebingungan tentang respon apa yang ingin Syanin terima. Pasalnya jika Syanin hanya ingin memastikan, maka Oase hanya bisa menjawab ya atau tidak. Benar atau salah juga masuk ke interval jawaban yang dibutuhkan.
Syanin membuang nafas lagi. Dia kemudian melanjutkan kalimatnya dengan berat.
“Aku sedikit lega karena kau sudah punya mesin game itu lebih dulu. Itu pemberian pacarmu sih, kau pasti akan memainkannya dengan sepenuh hati bersamanya.”
“A-apa yang kau maksud!”
Syanin mendadak senang ketika berhasil menggoda Oase seperti itu. Emosinya sudah sedikit reda dan dia bisa tersenyum, senyum pelit. “Sudah kuduga kalau menggodamu adalah satu-satunya cara yang mampu untuk menjernihkan pikiranku,” kata Syanin senang seraya senyum.
“Itu jahat. Apakah kau bisa lebih jahat dari ini? Selain itu, jangan lupakan topik utama pembicaraan ini.” Oase berusaha agar topik ini masih lurus dan tidak membahas hal lain.
“Yah, berhubung perasaanku sudah bagus sih. Aku akan melanjutkannya. Jadi begini, besok, sekolah akan mulai membagikan mesin game VR MMO Dreamer. Fakta itu sudah aku pastikan dan tidak mungkin meleset.” Pembicaraan ini kembali pada keseriusannya. Tapi Oase masih belum paham tentang apa yang harus ia waspadai dari informasi itu.
Oase bertanya, “Lalu, apa ada masalah?” Sementara Syanin menjawab, “Ini untuk jaga-jaga saja. Jika kau menerima mesin dari sekolah, apa pun yang terjadi, tetaplah bermain dengan mesin lama milikmu.”
“Mesin milikku belum terlalu lama sih. Mungkin baru satu bulan sejak aku memilikinya.” Respon Oase yang seperti itu tidak dibutuhkan oleh Syanin. Membuat Syanin berkata dengan ketus, “Siapa peduli.”
Kembali ke topik, Oase bertanya, “Kenapa aku harus bermain dengan mesin lama milikku?”
“Ini untuk jaga-jaga saja. Jangan lupakan kasus soal Tifah dan ayah Dalilah. Kita juga bisa mengasumsikan kalau sekolah membutuhkan dana dalam jumlah besar. Penjualan mesin game itu adalah salah satu solusi mereka untuk mencari dana. Entah proyek apa yang mereka rencanakan, yang pasti ini adalah proyek besar. Kita adalah pihak pertama, sekolah adalah pihak kedua. Lalu, pihak ketiga adalah mereka yang mengancam sekolah ataupun kita.”
“Pihak ketiga?”
“Menurutku, pihak ketiga inilah yang membunuh Tifah. Tepat setelah Tifah mengunggah tulisan yang menimbulkan konflik, sekolah mencarinya untuk menghapus tulisan itu. Tapi sebelum Tifah ditemukan, berita kematiannya sudah tersebar. Singkatnya, pihak ketiga ini sedang mencoba untuk menjatuhkan sekolah. Mereka bertindak untuk membuat sekolah terlihat bersalah.”
“Lalu, apa hubungannya denganku yang tidak boleh bermain dengan mesin pemberian sekolah?”
“Pertanyaan polos itu membuatku kesal. Terserah, aku juga menantikannya. Momen ketika kau menyesal karena tidak menuruti perkataan ku.”
“Jangan mempersulitnya dong … aku serius belum paham. Jelaskan dalam satu kalimat terakhir.” Oase memohon karena penasaran. Syanin melirik sedikit dan memberi tatapan serius.
“Ini hanya perkiraan. Bayangkan kalau pihak ketiga membobol sistem game dan melakukan sesuatu pada kita. Kira-kira apa yang akan terjadi? Aku hanya mencoba mewaspadai itu. Untuk mewaspadai itu juga, aku dan Asty sudah membeli mesin game itu untuk kami. Harganya mahal sih, tapi ini kurasa penting.”
“Pemikiran itu ada benarnya juga sih. Tapi, kenapa sekolah ingin membagikan mesin game VR MMO Dreamer pada kita? Kalau tujuan menjualnya adalah untuk mencari dana. Maka membagikannya akan membuat mereka rugi, ‘kan?”
“Kita bisa anggap itu sebagai strategi sekolah. Aku juga belum menuntaskan pemikiran ini, tapi waspada adalah yang terpenting. Sebagai pemain, kau juga sudah paham bukan? Tentang kecerdasan pemain yang dihubungkan dengan statistiknya di dunia game.” Kalimat Syanin ditutup dengan pertanyaan yang konotasinya adalah untuk memastikan.
Oase menjawab, “Aku tahu. Kecerdasan dan bakat kita akan mempengaruhi seberapa kuat kita dalam dunia game. Mengingat kita adalah siswa dari sekolah terbaik di negeri ini. Maka dapat dipastikan, sekolah ingin membuat kita merajai sistem di dalam game.”
“Tumben sekali, otakmu sepertinya sedang encer. Sesuatu yang baik terjadi? Apakah kau baru saja diajak kencan oleh pacarmu?”
“Tolong jangan mengarahkan semuanya ke situ … aku baru saja berpikir keras dan itu responnya? Yah, dia sangat sibuk sih. Seorang artis sangat sibuk sampai dia jarang menelepon akhir-akhir ini.”
“Menyedihkan. Kenapa kau harus menunggu telepon darinya? Kenapa kau tidak mencoba untuk meneleponnya duluan?”
Oase menggaruk hidung canggung sambil berkata, “Ha-habisnya, itu akan mengganggunya, ‘kan?” Tidak menanggapi itu, Syanin langsung berdiri dari kursi taman dan hendak pergi.
“Eh, sudah mau pergi?” tanya Oase sambil ikut bangun dari duduknya. Sementara Syanin menjawab, “Tidak sepertimu aku punya banyak hal yang harus diselesaikan. Aku akan pulang. Satu lagi, sampaikan juga pada Nova untuk tidak menggunakan mesin pemberian sekolah.”
“I-iya, akan aku sampaikan,” jawab Oase sedikit ragu untuk disampaikan. Karena dari kalimat Syanin barusan, Oase bisa memahami maksud tersirat akan sesuatu. Itu adalah isyarat agar Oase menelepon Nova lebih dulu.
“Te-terima kasih.” Oase mengucapkan terima kasih dengan suara yang sangat kecil. Bahkan Syanin tidak bisa mendengarnya karena dia sudah berjalan cukup jauh.
“Omong-omong, kenapa Syanin bisa tahu soal aku dan Nova yang berpacaran?”
_____________
Berat, gugup, dan takut. Tapi Oase tetap memberanikan diri untuk membuka ponselnya malam itu. “Apakah aku akan mengganggunya jika menelepon semalam ini?” Oase bergumam sendiri sambil melihat jam dinding. “Lah ini masih jam tujuh sih,” katanya dengan perasaan sedikit lega setelah tahu ini masih pukul tujuh.
“Tidak apa, mungkin?” Meski tombol panggil hanya tinggal ditekan satu kali, telunjuknya sangat berat untuk menekan. Itu adalah keraguan yang sangat mengganggu untuk menelepon pacarnya sendiri.
Daripada ragu, mungkin itu lebih condong kepada khawatir. Yang saat ini menahan Oase adalah rasa khawatir apakah teleponnya mengganggu Nova atau tidak. Dia benar-benar ragu sampai berpikir untuk tidak meneleponnya malam itu. Tapi, satu kalimat terngiang dan itu mengembalikan keyakinannya.
“Menyedihkan. Kenapa kau harus menunggu telepon darinya? Kenapa kau tidak mencoba untuk meneleponnya duluan?”
“Yah, kalau bukan karenanya juga, aku tidak mungkin bisa seperti ini.” Oase menekan tombol panggil dengan mudahnya. Tidak butuh waktu sampai telepon itu diangkat.
“Oase? Ada apa? Tumben sekali.” Suara Nova yang masih sama dan memanggil namanya, itu membuat Oase merasa lega. “Tumben sekali, memangnya salah kalau aku menelepon?” Oase mengembalikan itu dengan kalimat yang cukup berani.
“E-eh, tidak. Maksudku, kau tidak pernah meneleponku sejak aku dispensasi. Kupikir kau bermasalah atau apa. Aku jadi tidak berani untuk menelepon.”
“Kalau itu keterusan entah apa jadinya kita … langsung saja, aku ingin melaporkan kejadian hari ini. Apakah kau luang?” Oase langsung mengajukan topik yang biasa mereka bicarakan lewat telepon.
“Aku baru saja selesai syuting sih. Sekarang aku di hotel dan tadinya berniat untuk mandi. Tapi mandi masih bisa menunggu sampai aku mendengar laporan darimu,” kata Nova rileks sambil merebahkan punggungnya ke kasur hotel.
“Bodoh, bau badanmu tercium nih. Sana mandi dulu.” Oase mencoba untuk menggodanya dan itu adalah pertama kalinya ketika Nova mendengar bualan Oase. Membuat Nova berkata dengan ragu, “Oase, karena itu tidak cocok denganmu sebaiknya jangan lakukan lagi.”
LAPORAN HARIAN PADA NOVA