Mabinogion Volume 2 Chapter 10

Oase masih bertanya-tanya tentang apa yang Syanin lakukan barusan. Dari sudut pandang Oase, dia hanya melihat Syanin menerobos masuk ke dalam kelas. Kemudian, Oase juga melihat Hani yang nampak marah sampai mengejar Syanin ke dalam kelas.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Oase penasaran sambil berjalan menjauhi kelas. Sementara Syanin menjawab, “Hanya melakukan sesuatu agar mereka tidak buang-buang waktu.”

Jawaban Syanin adalah jawaban yang mengecewakan. Itu memang jawaban yang benar, tapi bukan itu jawaban yang Oase inginkan. Namun, Oase tidak peduli. Dia mencoba untuk tidak memikirkannya. Lagian, yang Oase pikirkan adalah, “Semoga masalah mereka selesai dan aku bisa bersantai di pagi hari.”

_____________

Ruang kelas masih terlalu luas untuk Sahl dan Hani. Meski mereka hanya berdua di dalam kelas, meski hari itu masih pagi dan sepi, mereka terlalu canggung untuk saling menatap satu sama lain. Mereka membatin dalam hatinya masing-masing dan tidak cukup berani untuk bicara secara langsung.

Hani membatin, “Apa yang harus kukatakan selanjutnya? Sepertinya aku berharap untuk mati saja daripada situasi ini berlanjut. Oase pasti kubunuh, tapi aku juga tidak marah dengan kedatangan Syanin.”

Sementara Sahl membatin, “Soal masuk universitas masih lebih mudah daripada menghadapi pernyataan cinta seseorang. Dalam situasi ini, apa yang sebaiknya aku lakukan?”

Mereka terus berhadapan meski terlalu gugup untuk bicara. Sesekali mencuri pandang, kemudian mengalihkan pandangan saat mereka saling tatap secara tidak sengaja. Itu adalah pandangan yang menggemaskan ketika anak SMP malu-malu karena saling tatap. Benar-benar menggambarkan masa muda.

Matahari semakin meninggi. Bersamaan dengan itu, cahaya semakin terang sampai merambat masuk ke dalam kelas. Hani menyadari itu dan berpikir kalau dia tidak punya banyak waktu. Karena itu, Hani memberanikan diri. Dia berkata, “Ba-bagaimana, jawabanmu?” Hani bertanya gugup sambil menunduk. Dia tidak mampu untuk menatap Sahl saking malunya dan jantungnya berdetak kencang sampai dia merasa lemas.

Sahl menarik nafas, kemudian ia membuang nafasnya untuk meraih ketenangan. Meski ini pengalaman pertamanya, Sahl terlihat bisa mengatasinya dengan beberapa tindakan. Dia menarik nafas dan membuang nafas untuk menenangkan diri. Kemudian Sahl mendekati Hani agar dia tidak perlu bersuara keras saat mengatakannya.

Sahl berkata, “Aku mengincar SMA terbaik di negeri ini. Kalau kau berhasil masuk ke SMA yang sama denganku, ma-mari kita teruskan. Ta-tapi, setidaknya, untuk saat ini, apakah mau belajar bersama?” Selaras ketika Sahl menawarkan ajakan itu, cahaya mentari sudah merambat sepenuhnya dan menerangi seisi kelas. Hani sendiri sudah merasa lega karena berhasil memuntahkan racun di hatinya.

Cinta pertama adalah racun. Ketika kau berhasil memuntahkannya, racun itu akan keluar dari tubuhmu dan kau akan merasa lega. Hani merasakan itu saat ini. Terlebih lagi, jawaban Sahl juga terdengar melegakan meski tidak sesuai harapan. Karena itulah, pagi itu ketika suasana sedang sangat canggung dan gugup, Hani merasa sangat sehat.

AKHIRNYA AKU MENGATAKANNYA!

____________


“Kegiatan kita hari ini, kita akan main game!” Pak Dhani terlihat sangat bersemangat di depan kelas. Sambil menunjukkan mesin game yang ia pegang, dia memberi arahan tentang kegiatan kelas hari ini.

“Singkatnya, kalian harus menyadari potensi diri masing-masing di dalam dunia game. Potensi kalian itu bisa mencakup bakat, keahlian, kecerdasan, dan pemikiran. Nantinya, setelah mesin game mengidentifikasi diri kalian, sistem akan merekomendasikan beberapa skill dasar dan atribut dasar kalian di dalam game. Sampai saat itu, tentukan skill dan atribut yang paling cocok bagi kalian. Tentu saja, jangan lupa buat laporannya secara tertulis dan itu dikumpulkan sebelum jam pulang.”

Syanin mengangkat tangan dan bertanya, “Apakah kami boleh menggunakan mesin yang kami beli sendiri?” Kemudian Pak Dhani menjawab, “Boleh. Gunakan mesin yang mana saja sesuka kalian. Pindah-pindah mesin juga tidak masalah karena data akun akan otomatis sinkron ketika kalian diidentifikasi oleh mesin. Ada pertanyaan lagi?”

Oase mengangkat tangan dan bertanya, “Bolehkah saya langsung menuliskan laporannya? Saya sudah memainkan game ini selama satu bulan dan cukup paham tentang diri saya sendiri.” Mendengar itu, Pak Dhani menjawab, “Tidak masalah. Tapi, bukankah seru jika kalian bisa bermain bersama? Kalian bisa saja membuat room untuk bertemu di dalam dunia game dan bercengkrama di dalamnya.

Oase terdiam sejenak, dia tidak memikirkan hal itu sebelumnya. Dengan mulutnya ia berkata, “Baik, Pak.” Sementara dalam hatinya Oase membatin, “Itu tidak terpikirkan olehku!”

Pak Dhani kemudian meninggalkan kelas, dia membiarkan siswanya untuk mandiri dan bebas bereksplorasi terhadap mesin game. Mesin game itu berwujud seperti helm yang sangat kecil. Saking kecilnya, hanya cukup untuk menutupi tempurung kepala dan kedua mata.

Merasa kalau Oase lebih paham darinya, Reki bertanya, “Bagaimana caranya login dengan mesin ini?” Sambil memakaikan mesin ke kepala Reki, Oase menjawab, “Gunakan helmnya kemudian tekan tombol yang ada di samping kanan.”

Demonstrasi itu diperhatikan oleh Lifah yang duduk di depan mereka. Sambil menyimak demonstrasi itu, Lifah bertanya, “Apa yang selanjutnya akan terjadi pada Reki?”

Oase menjawab, “Reki akan seperti orang tidur dan jika sudah seperti itu, Reki sudah berada di dalam dunia game.” Lifah mengangguk paham dengan ekspresinya yang serius. Dia terlihat bisa menyimpulkan penjelasan Oase dengan berkata, “Berarti, login dianggap berhasil jika penggunanya sudah seperti orang tidur?” Oase menjawab, “Ya.”

Lifah kemudian menggunakan mesin itu untuk dirinya sendiri. Dia mengenakan helmnya dan menekan tombol yang ada di samping kanan helm. Tepat setelah Lifah menekannya, dia berkata, “Wah, kepalaku terasa bergetar. Mungkin aku akan segera masuk?”

“Jangan banyak bicara dan buat dirimu rileks!” Oase memberi arahan karena tindakan Lifah akan mengganggu jalannya proses identifikasi. Tak lama kemudian, Lifah menjadi diam dan terlihat seperti orang tidur. Semua orang di kelas juga perlahan menjadi diam karena telah mengenakan helm. Suasananya menjadi sangat hening karena seisi kelas terlihat seperti orang yang tertidur.

Oase menyusul mereka dengan mengenakan mesin virtual untuk dirinya. Tentu saja, dia tidak melupakan peringatan Syanin tentang jangan menggunakan mesin pemberian sekolah. Dia mengenakan mesin pemberian Nova dan masuk ke dalam dunia game. Tepat setelah Oase masuk, dia mendapatkan notifikasi.

<PAK DHANI MENGUNDANG ANDA UNTUK BERGABUNG KE DALAM ROOM KELAS III.A>

[GABUNG] [ABAIKAN] [TOLAK]

Oase menekan tombol gabung dan dia dipindahkan ke sebuah ruangan. Layaknya teleportasi, Oase mendadak pindah ke dalam ruangan yang terlihat seperti ruangan guild. Ruangan guild terlihat sangat kosong. Hanya ada Pak Dhani dan Sahl yang berhasil dia temukan.

Oase bertanya, “Kemana yang lain?” Sementara Sahl menjawab, “Mereka masih menyelesaikan prosedur pendaftaran. Kita sampai lebih dulu karena tidak perlu mendaftar ulang sebagai pemain lama.” Oase mengangguk paham atas penjelasan Sahl.

“Kalian sudah login?” tanya Pak Dhani bersemangat dari dekat papan guild. Penampilan Pak Dhani 100% berubah dari sebelumnya. Dia yang awalnya mengenakan seragam guru, kini mengenakan pakaian guild dengan logo SMP Aiglon di bagian dadanya.

Oase membatin, “Ah, ternyata Pak Dhani juga login meski tidak melakukannya di dalam kelas.” Termasuk Pak Dhani, pakaian Oase dan Sahl juga telah berubah sepenuhnya. Mereka yang awalnya mengenakan seragam, kini mengenakan kostum mereka masing-masing di dalam dunia game.

Ketika Oase memperhatikan seisi ruangan guild yang terkesan klasik, seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Orang itu menyapa, “Yo, Oase. Sepertinya, sistem pembelajaran ini cukup menguntungkan bagiku. Atau mungkin, menguntungkan juga bagimu?”

Suara gadis yang sangat tidak asing bagi Oase. Oase menoleh ke belakang dan dan bertanya memastikan, “No-Nova?” Gadis yang dipanggil Nova itu hanya mengangguk senyum.

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai